Kamis, 28 April 2016

Teknik dan Proses Keselamatan Kerja Industri

Kesehatan dan Keselamatan Kerja  


  Sejak zaman purba pada awal kehidupan manusia, untuk memenuhi kebutuhan hidupnya manusia bekerja. Pada saat bekerja mereka mengalami kecelakaan dalam bentuk cidera atau luka. Dengan akal pikirannya mereka berusaha mencegah terulangnya kecelakaan serupa dan ia dapat mencegah kecelakaan secara preventif. Di era globalisasi dan pasar bebas WTO dan GATT yang akan berlaku pada tahun 2020 mendatang, kesehatan dan keselamatan kerja merupakan salah satu prasyarat yang ditetapkan dalam hubungan ekonomi perdagangan barang dan jasa antar negara yang harus dipenuhi oleh seluruh negara anggota, termasuk bangsa Indonesia. 

Apa Pengertian Keselamatan dan Kesehatan Kerja?
  Terdapat beberapa pengertian dan definisi K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) yang dapat diambil dari beberapa sumber, di antaranya ialah pengertian dan definisi K3 menurut Filosofi, Keilmuan serta menurut standar OHSAS 18001:2007. 

Berikut adalah pengertian dan definisi K3 : 

Filosofi (Mangkunegara) : 
Suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan jasmani maupun rohani tenaga kerja khususnya dan manusia pada umumnya serta hasil karya dan budaya menuju masyarakat adil dan makmur. 

Keilmuan :
Semua Ilmu dan Penerapannya untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja, penyakit akibat kerja (PAK), kebakaran, peledakan dan pencemaran lingkungan. 

OHSAS 18001:2007 : 
Semua kondisi dan faktor yang dapat berdampak pada keselamatan dan kesehatan kerja tenaga kerja maupun orang lain (kontraktor, pemasok, pengunjung dan tamu) di tempat kerja. (Sumber)

Sejarah Munculnya K3 di Indonesia
  Didasari Kemajuan perkembangan K3 yang dicapai di eropa sangat dirasakan sejak timbulnya revolusi industri, dan yang perlu anda ketahui bahwa perkembangan K3 sesungguhnya baru dirasakan beberapa tahun setelah negara kita/ Indonesia merdeka yaitu pada saat munculnya Undang-Undang Kerja dan Undang-Undang Kecelakaan, meskipun permulaannya belum berlaku, namun telah memuat pokok-pokok tentang K3.
  Pada tahun 1967 Departemen Perburuhan mendirikan lembaga Kesehatan Buruh yang kemudian pada tahun 1965 berubah menjadi Lembaga Keselamatan dan Kesehatan Buruh.
Pada tahun 1966 didirikan Lembaga Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja di Departemen Tenaga Kerja, dan Dinas Higiene Perusahaan/Sanitasi Umum dan Dinas Kesehatan Tenaga Kerja di Departemen Kesehatan. Disamping itu juga tumbuh organisasi swasta yaitu Yayasan Higiene Perusahaan yang berkedudukan di Surabaya. Untuk selanjutnya organisasi Hiperkes (Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja) yang ada di Pemerintah dari tahun-ketahun selalu mengalami perubahan-perubahan.
  Dengan Demikian Dapat dikatakan bahwa perkembangan K3 di Indonesia berjalan bersama-sama dengan pengembangan kesehatan kerja yaitu selain melalui institusi, juga dilakukan melalui upaya-upaya penerbitas buku-buku, majalah, leaflet K3, spanduk-spanduk, poster dan disebabarluaskan ke seluruh Indonesia. Kegiatan lain adalah seminar K3, konvensi, lokakarya, bimbingan terapan K3 diadakan secara berkala dan terus menerus.
  Organisasi K3 adalah Asosiasi Hiperkes dan Keselamatan Kerja (AHKKI) yang memiliki cabang diseluruh Provinsi Wilayah NKRI dengan pusat di Jakarta.
Program pendidikan keahlian K3 dilaksanakan baik dalam bentuk mata kuliah pendidikan formal yang diberikan pada beberapa jurusan diPerguruan Tinggi, juga diberikan dalam bentuk In formasl berupa kursuskursus keahlian K3 dan salah satu keahlian yang berkembang di tahun 2004 adalah HIMU = Higiene Industri Muda. (Sumber)


K3 Berdasarkan Industri
  K3 yang spesifik dapat bervariasi pada sector dan industri tertentu. Pekerja kontruksi akan membutuhkan pencegahan bahaya jatuh, sedangkan nelayan menghadapi risiktenggelamBiro Statistik Buruh Amerika Serikat menyebutkan bahwa perikananpenerbanganindustri kayupertanianpertambanganpengerjaan logam, dan transportasiadalah sektor industri yang paling berbahaya.

Konstruksi
   Adalah salah satu pekerjaan yang paling berbahaya di dunia, menghasilkan tingkat kematian yang paling banyak di antara sektor lainnya.Risiko jatuh adalah penyebab kecelakaan tertinggi. Penggunaan peralatan keselamatan yang memadai seperti guardrail dan helm, serta pelaksaan prosedur pengamanan seperti pemeriksaan tangga non-permanen dan scaffolding mampu mengurangi risiko kecelakaan. Tahun 2010, National Health Interview Survey mengidentifikasi faktor organisasi kerja dan psikososial dan paparan kimiawi/fisik pekerjaan yang mampu meningkatkan beberapa risiko dalam K3. Di antara semua pekerja kontruksi di Amerika Serikat, 44% tidak memiliki standar pengaturan kerja, sementara pekerja di sektor lainnya hanya 19%. Selain itu 55% pekerja konstruksi memiliki pengalaman ketidak-amanan dalam bekerja, dibandingkan 32% pekerja di sektor lainnya. 24% pekerja konstruksi terpapar asap yang bukan pekerjaannya, dibandingkan 10% pekerja di sektor lainnya.

Pertanian
  Pekerja pertanian memiliki risiko luka, penyakit paru-paru akibat paparan asap mesin, kebisingan, sakit kulit, dan kanker akibat bahan kimia seperti pestisida. Pada pertanian industri, kecelakaan melibatkan penggunaan alat dan mesin pertanian. Kecelakaan yang paling umum adalah traktor yang terguling.Pestisida dan bahan kimia lainnya yang digunakan dalam pertanian juga berbahaya bagi kesehatan pekerja, mampu mengakibatkan gangguan kesehatan organ seks dan kelainan kelahiran bayi. Jumlah jam kerja para pekerja di bidang pertanian di Amerika Serikat memperlihatkan bahwa 37% pekerja memiliki jam kerja 48 jam seminggu, dan 24% bekerja lebih dari 60 jam seminggu. Dipercaya tingginya jam kerja tersebut mengakibatkan tingginya risiko kecelakaan. Dan dari semua pekerja di sektor pertanian, 85% lebih sering bekerja di luar ruangan dibandingkan sektor lainnya yang hanya 25%.

Sektor jasa
  Sejumlah pekerjaan di sektor jasa terkait dengan industri manufaktur dan industri primer lainnya, namun tidak terpapar risiko yang sama. Masalah kesehatan utama dari pekerjaan di sektor jasa adalah obesitas dan stres psikologis serta kelebihan jam kerja.

Pertambangan dan perminyakan
  Pekerja di sektor perminyakan dan pertambangan memiliki risiko terpapar bahan kimia dan asap yang membahayakan kesehatan. Risiko kulit terpapar bahan kimia berbahaya, menghirup asap, hingga risiko lain seperti homesick karena lokasi kerja yang jauh dari rumah, bahkan hingga ke area lepas pantai.